Selasa, 15 Desember 2009

EFEK-EFEK KOMUNIKASI MASSA

BAB I

PENDAHULUAN

Rakhmat menjelaskan, ‘komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat’.[1] Drs. Nurudin, M. Si. Menjelaskan “pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa”.[2] Jadi dengan demikian komunikasi massa itu adalah komunikasi melalui media massa yang ditunjukan kepada orang banyak dengan harapan pesan yang disampaikan melalui media massa tersebut dapat sampai secara serentak kepada orang banyak.

Media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia pada saat ini. Hal ini terjadi karena media massa sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Bahkan tidak jarang perilaku manusia dalam kehidupannya sangat dipengaruhi oleh pesan media massa. Sebagaimana Drs. Elvinaro Ardianto, M. Si. et. al., menjelaskan:

Apapun profesi atau pekerjaan seseorang, setidaknya ia pernah mendengarkan radio siaran, menonton televisi atau film, membaca koran atau majalah. Ketika seseorang mendengar radio siaran, membaca Koran atau menonton film, sebenarnya ia sedang berhadapan dengan atau terterpa media massa, dimana pesan media itu secara langsung atau tidak langsung tengah memengaruhinya. Gambaran ini mencerminkan bahwa komunikasi massa, dengan berbagai bentuknya, senantiasa menerpa manusia, dan manusia senantiasa menerpakan dirinya kepada media massa.[3]

Berdasarkan hal di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas lebih mendalam lagi mengenai media massa. Dalam pembahasan selanjutnya penulis akan memfokuskan diri dalam membahas mengenai efek-efek komunikasi massa. Sehingga dengan membahas hal tersebut mudah-mudahan dapat memberikan pencerahan kepada kita semua akan pentingnya pembahasan ini.



[1] Elvinaro Ardianto, et. al., Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), Edisi Revisi, hlm. 6.

[2] Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 3-4.

[3] Elvinaro Ardianto, et. al., Komunikasi Massa…(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), Edisi Revisi, hlm. 1.

BAB II

EFEK-EFEK KOMUNIKASI MASSA

1. Teori-teori Efek

Kehadiran komunikasi massa ternyata dapat mengakibatkan efek. “Efek adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh sebab/perbuatan”.[4] Dalam kaitannya dengan efek komunikasi massa itu sendiri Donald K. Robert mengungkapkan, ada yang beranggapan bahwa ‘efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa’.[5] Jadi dalam hal ini pesan komunikasi massa yang disampaikan melalui media massa itu merupakan suatu sebab yang akan mengakibatkan perubahan perilaku manusia yang diterpa pesan tersebut.

Secara historis dan berdasarkan kurun waktunya, ada tiga macam teori efek, yaitu efek tak terbatas (unlimited effect), efek terbatas (limited effect) dan efek moderat (not so limited effect). Sebagaimana Drs. Nurudin, M. Si. mengutip dari Keith R. Stamm dan Johan E. Bowes sebagai berikut:

…paling tidak dikenal tiga efek dalam komunikasi massa sejak tahun 1930-an, yakni efek tidak terbatas (unlimited effect), diikuti efek terbatas (limited effect), kemudian efek moderat (gabungan keduanya/not so limited effect). (Keith R. Stamm dan Johan E. Bowes, 1990). Jika dirinci kurun waktunya sebagai berikut:

1930-1950 efek tidak terbatas (unlimited effect)

1950-1970 efek terbatas (limited effect)

1970-1980-an efek moderat (not so limited effect).[6]

1. 1 Efek Tidak Terbatas (1930-1950)

Efek tidak terbatas bukan berarti nyata-nyata tidak terbatas. “Efek tidak terbatas ini sebelumnya hanya digunakan untuk membagi rentang waktu efek komunikasi massa yang populer pada tahun 30-an sampai 50-an”.[7] Efek tidak terbatas ini didasarkan pada suatu teori yaitu teori peluru (bullet) atau jarum hipodermik (hypodermic needle), dimana dalam teori ini menjelaskan mengenai kekuatan media massa yang sangat luar biasa. Sebagaimana Drs. Nurudin, M. Si. menjelaskan:

Efek tidak terbatas ini didasrkan pada teori atau model peluru (bullet) atau jarum hipodermik (hypodermic needle). Jadi, media massa diibaratkan peluru. Jika peluru itu ditembakan ke sasaran, sasaran tidak akan bisa menghindar. Analogi ini menunjukan bahwa peluru memiliki kekuatan yang luar biasa di dalam usaha “memengaruhi sasaran”.[8]

Asumsi efek tidak terbatas ini menjelaskan bahwa media massa itu memiliki efek tidak terbatas. Ada dua hal yang mendasari asumsi efek tidak terbatas ini. Kedua hal tersebut adalah sebagi berikut:

a. Ada hubungan yang langsung antara isi pesan dengan efek yang ditimbulkan.

b. Penerima pesan tidak mempunyai sumber sosial dan psikologis untuk menolak upaya persuasive yang dilakukan media massa.[9]

Ada bukti mengenai efek tidak terbatas ini. Sebagaimana Drs. Nurudin, M. Si. menjelaskan:

Bukti munculnya efek tidak terbatas sangat kelihatan dengan penggunaan radio sebagi alat kampanye. Kampanye ini sifatnya sangat persuasif untuk mengubah sikap, opini dan perilaku masyarakat agar sesuai dengan pesan yang disiarkan. Hal ini pernah dilakukan oleh Mussolini, Hitler, bahkan W. Churchil dan Rosevelt. Mengapa semua ini bisa terjadi? Sebab, audience menurut asumsi efek ini seperti seorang tawanan perang dan mudah tertipu.[10]

Bukti lain yang memperkuat adanya efek tidak terbatas ini adalah sebagai berikut:

Tiga peristiwa (“perang dunia” siaran radio, propaganda Perang Dunia II, dan Kampanye perang obligasi Kate Smith) sering disebut sebagi bukti munculnya efek tidak terbatas dari saluran komunikasi massa. Apa yang pernah diamati Cantril (1940) membuktikan bahwa siaran radio Orson Welles pada tahun 1938 membuat pendengarnya merespons dengan panik. Kondisi masyarakat yang panik ini disebabkan karena siaran radio tersebut. Ia mengatakan lebih jauh, “Kepanikan muncul sebelum siaran berakhir. Sangat mengerikan memang. Semua orang Amerika dalam keadaan cemas. Reaksi paling kuat terjadi di wilayah New Jersey (di dalam sebuah blok, lebih dari 20 keluarga). Keluarga tersebut disibukan dengan urusannya sendiri sambil menutup mukanya dengan sapu tangan dan handuk. Kepanikan itu terjadi karena dipengaruhi oleh terpaaan media massa”. (Loweri dan DeFleur, 1983).[11]

Sebenarnya efek tidak terbatas ini tidak sepenuhnya mutlak kebenarannya. Ada beberapa bukti yang menjelaskan hal ini. Sebagaimana Drs. Nurudin, M. Si. menjelaskan:

…analisis Cantril menunjukan bahwa pengaruh komunikasi massa sangat kompleks dan bersifat langsung, meskipun ada penjelasan yang mengatakan bahwa pengaruh komunikasi massa kecil misalnya, Pendapat bahwa kampanye yang dilakukan Kate Smith hanya menunjukan sedikit persentase audience untuk menerima kampanyenya (perang obligasi). Ia sebenarnya tidak bisa meyakinkan audience bahwa obligasi itu bisa menolong mengatasi inflasi di masa perang.

Bukti lain yang ikut memperlemah posisi efek tidak terbatas ini adalah studi yang diprakarsai oleh Hovlan dan teman-temannya di Yale University tentang PD II. Penelitian ini menunjukan bahwa komunikasi massa mempunyai variasi pengaruh dan bukan satu seperti yang diasumsikan efek tidak terbatas. Memang komunikasi dapat mempunyai efek, tetapi tidak sebesar yang diasumsikan efek tidak terbatas.[12]

1. 2 Efek Terbatas (1956-1970)

Efek terbatas ini sangat berbeda dengan efek tidak terbatas. Jika dalam efek tidak terbatas media massa itu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap audiens, yakni pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui media massa akan mempengaruhi perilaku audiens atau komunikannya. Justru dalam efek terbatas ini pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui media massa sedikit sekali mengubah perilaku audiens.

Efek terbatas ini pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Klaper. “Ia pernah menulis disertasi tentang efek terbatas media massa yang dipublikasikannya dengan judul “Pengaruh Media Massa” pada tahun 1960”.[13] Efek terbatas ini didapatkan oleh Joseph Klaper setelah ia meneliti kampanye publik, kampanye politik dan percobaaan pada desain pesan yang bersifat persuasif. Dari hasil penelitiannya ia menyimpulkan, ‘ketika media menawarkan isi yang diberitakan ternyata sedikit yang mengubah pandangan dan perilaku audience’.[14]

Ada beberapa bukti yang menunjukan efek terbatas ini. Sebagaimana Drs. Nurudin, M. Si. menjelaskan:

Sepanjang PD II ada usaha mempropagandakan dan mempromosikan arti pentingnya kehadiran PBB. Masyarakat dipengaruhi untuk berpartisipasi mendukung suksesnya PBB. Walaupun sudah digunakan secara luas pada semua media yang disediakan ­­–radio, surat kabar, dan selebaran—ternyata kampanye tersebut memiliki sedikit dampak pada tingkat partisipasi publik.

Studi yang dilakukan pada kampanye pemilihan sepanjang tahun 1940-an dan 1950-an menunjukan bukti yang sama pula. Salah satu studi yang paling terkenal adalah “The People’s Choice” (pilihan rakyat) yang mendeskripsikan pengaruh kampanye Presiden Roosevelt-Wilkie pada tahun 1940 di Eri Country, Ohio (Lazarfeld, Borelson, dan Gaudet, 1948). Studi tersebut secara hati-hati didesain untuk mewawancarai sample para pemilih yang mewakili beberapa masalah sepanjang kampanye (mulai bulan Mei dan berakhir sebelum pemilihan yang dilakukan bulan Desember). Studi di Elmira, Rovere dan Decatur menjadi bukti bahwa media massa mempunyai efek terbatas.[15]

Faktor psikologis dan sosial audiens menjadi penyebab adanya efek terbatas ini. “Josep Klaper dalam buku The Effect of Mass Communication (1960) menunjukan temuan yang menarik bahwa faktor psikologis dan sosial ikut berpengaruh dalam proses penerimaan pesan dari media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain proses seleksi, proses kelompok, norma kelompok dan keberadaan pemimpin opini”[16]

1. 3 Efek Moderat (1970-1980)

“Pandangan terakhir aktual tentang efek komunikasi massa adalah efek moderat. Dua efek sebelumnya dianggap perlu berat sebelah. Meskipun diakui bahwa munculnya kedua efek itu karena tuntutan zamannya”.[17] Jadi efek moderat ini lahir seiring dengan zaman yang terus berubah.

Manusia akan memberikan respons yang berbeda-beda dalam menerima pesan yang disuguhkan oleh media massa. “ada beberapa hal yang ikut memengaruhi proses penerimaan pesan seseorang, misalnya selective exposure. Selective exposure sebenarnya adalah gejala kunci yang sering dikaitkan dengan model efek terbatas, tetapi bukti yang ada di lapangan justru sering bertolak belakang”.[18]

Efek moderat sangat berbeda dengan dua efek sebelumnya. “Model efek moderat ini sebenarnya mempunyai implikasi positif bagi pengembangan studi media massa. Bagi para praktisi komunikasi akan menggugah kesadaran baru bahwa sebelum sebuah pesan disiarkan perlu direncanakan dan diformat secara matang dan lebih baik”.[19]

Ada beberapa bukti yang menunjukan efek moderat ini. Salah satu buktinya adalah seperti berikut:

Dalam beberapa kasus acara di televisi, munculnya efek terbatas atau efek tidak terbatas masih sering bisa dibuktikan. Di Indonesia terpaaan iklan “Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga” berupa cairan yang bisa menghilangkan panas dalam, bibir pecah-pecah, buang air besar dan sariawan menjadi bukti munculnya efek tidak terbatas. Masyarakat Indonesia menerima begitu saja pesan tersebut. Bahkan PT Sinde Budi Sentosa sebagai produsen mendapatkan untung besar dengan produk tersebut dan kesuksesan itu menimbulkan dampak diproduksinya minuman sejenis. Akan tetapi lambat laun, karena cairan itu tidak ubahnya minuman biasa dan masyarakat membuktikan; jarang orang yang mengonsumsi lagi jika terkena panas dalam atau sariawan. Hal ini berarti ada perubahan dari efek tidak terbatas ke efek terbatas, tetapi masih ada orang yang mengonsumsi cairan tersebut menjadi bukti adanya efek moderat. Ada pengaruh, tetapi tidak terlalu besar.[20]

2. Efek-efek Komunikasi Massa

Ada beberapa jenis efek komunikasi massa ini. “Secara sederhana Keith R. Stamm dan John E. Bowes (1990) membagi kedua bagian dasar. Pertama, efek primer meliputi terpaan, perhatian dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku (menerima dan memilih)”.[21] Karena dalam komunikasi massa itu melibatkan media massa, maka Drs. Elvinaro Ardianto, M. Si., et. al., menjelaskan efek komunikasi massa itu dari dua pendekatan, yaitu efek komunikasi massa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri serta jenis perubahan yang terjadi pada khalayak yang terdiri atas efek kognitif, afektif dan behavioral.

2.1 Efek Primer

“Bisa dikatakan secara sederhana bahwa efek primer terjadi jika ada orang mengatakan telah terjadi proses komunikasi terhadap objek yang dilihatnya”.[22] Mengenai efek primer ini Drs. Nurudin, M. Si. menjelaskan contohnya sebagai berikut:

Misalnya suatu saat Anda menelepon teman Anda untuk mengajak bermain bulu tangkis pada hari jum’at sore. Efek pertama terjadi jika ada jawaban teman Anda lewat telepon, misalnya dengan suara “halo”. Kemudian, Anda harus yakin bahwa teman Anda tersebut mendengar suara Anda dengan jelas. Lalu Anda harus menyampaikan permintaan Anda agar dia dapat mengerti maksud Anda. Dan akhirnya Anda menginginkan jawaban seperti ini, “wah dengan senang hati” dari teman tadi. Hasil dari tiga poin pertama adalah efek primer, sedangkan yang terakhir adalah efek sekunder komunikasi. Bahkan ketika teman Anda tersebut menjawab, “maaf saya sangat sibuk hari ini” pun merupakan efek. Jawaban itu bisa imasukan dalam efek sekunder. Mengapa? Sebab dalam kasus itu ada perubahan perilaku (memilih untuk tidak mengikuti permintaan Anda).[23]

Dalam efek primer pemahaman terhadap media massa selalu berubah-ubah. Hal ini terjadi karena adanya perkembangan yang semakin cepat daripada media massa itu sendiri, sehinnga formula pemahaman terhadap media massa itu selalu berubah-ubah. Sebagaimana Drs. Nurudin, M. Si menjelaskan:

Dengan perkembangan yang semakin pesat dari media elektronik (salah satunya televisi) dewasa ini, pemahaman tidak hanya difokuskan pada media cetak, tetapi juga ke media elektronik tersebut. Artinya, pemahaman tidak lagi mengenai panjang pendeknya kalimat, model tulisan disajikan, tetapi berkait dengan suatu program acara (teknik pengambilan gambar, suara, tulisan yang dipakai untuk memeperjelas gambar, intonasi bicara dan lain-lain). Jadi formula kemampuan melihat bergeser ke formula kemampuan dengar dan lihat.[24]

2.2 Efek Sekunder

“Efek sekunder itu adalah perilaku penerima yang ada di bawah kontrol langsung komunikator”. Jadi dalam efek sekunder ini komunikan atau audiens senantiasa berada dalam pengawasan komunikator.

Efek sekunder ini dibahas melalui pendekatan efek uses and gratifications (kegunaan dan kepuasaan). Efek kegunaan dan kepuasan sering kali digunakan karena “efek ini diyakini lebih menggambarkan realitas konkrit yang terjadi di masyarakat”.[25] inti efek kegunaan dan kepuasan ini adalah “jika kebutuhan sudah terpenuhi melalui saluran komunikasi massa, berarti individu mencapai tingkat kepuasan”.[26]

Menurut John R. Bittner (1996), ‘fokus utama efek ini adalah tidak hanya bagaimana media memengaruhi audience, tetapi juga bagaimana audience mereaksi pesan-pesan media yang sampai pada dirinya’.[27] Jadi dalam efek kegunaan dan kepuasaan ini audiens merupakan pihak aktif yang merespons media. Lebih jelasnya lagi adalah “semua itu bisa dibingkai dengan pertanyaan, apa yang dikerjakan media pada audience? Tetapi yang lebih penting adalah apa yang dikerjakan audience pada media?”[28]



4 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994), hlm. 128.

5 Elvinaro Ardianto, et. al., Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), Edisi Revisi, hlm. 49.

6 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 214.

7 Ibid., hlm. 215.

8 Ibid.

9 Ibid., hlm. 216

[10] Ibid.

[11] Ibid., hlm. 216-217.

[12] Ibid., hlm. 217.

[13] Ibid., hlm. 220.

[14] Ibid.

[15] Ibid., hlm. 220-221.

[16] Ibid., hlm. 222.

[17] Ibid., hlm. 225.

[18] Ibid. hlm. 226.

[19] Ibid., hlm. 226-227.

[20] Ibid., hlm. 227-228.

[21]Ibid., hlm. 206.

[22] Ibid., hlm. 207.

[23] Ibid.

[24] Ibid., hlm. 209.

[25] Ibid., hlm. 210.

[26] Ibid., hlm. 211.

[27] Ibid.

[28] Ibid.


BAB III

KESIMPULAN

Komunikasi massa itu adalah komunikasi melalui media massa yang ditunjukan kepada orang banyak dengan harapan pesan yang disampaikan melalui media massa tersebut dapat sampai secara serentak kepada orang banyak. Media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia pada saat ini. Hal ini terjadi karena media massa sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia itu sendiri.

Kehadiran media massa dalam kehidupan ternyata memberikan pengaruh bagi manusia. Berdasarkan teorinya, efek komunikasi massa itu ada tiga, yaitu tidak terbatas, terbatas dan moderat. Dalam efek tidak terbatas media memiliki kekuatan yang sangat luar biasa sekali. Teori ini didasarkan kepada teori atau model peluru (bullet) atau jarum hipodermik (hypodermic needle). Jadi, media massa diibaratkan peluru. Jika peluru itu ditembakan ke sasaran, sasaran tidak akan bisa menghindar. Analogi ini menunjukan bahwa peluru memiliki kekuatan yang luar biasa di dalam usaha “memengaruhi sasaran. Efek terbataspun hadir sebagai antitesa daripada efek tak terbatas. Dalam efek terbatas dijelaskan bahwa tidak semua pesan yang disampaikan itu dapat mempengaruhi perilaku audiens. Hal ini terjadi karena ada faktor psikologis dan sosial yang mempengaruhi audiens tersebut. Selanjutnya adalah efek medium. Efek medium ini hadir seiring dengan beredarnya zaman, efek ini bersifat pertengahan, yakni berada diantara efek tak terbatas dan efek terbatas.

Secara sederhana ada dua macam efek komunikasi massa, yaitu efek primer dan efek sekunder. Pertama, efek primer meliputi terpaan, perhatian dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku (menerima dan memilih). Secara sederhana efek primer itu terjadi jika ada orang mengatakan telah terjadi proses komunikasi terhadap objek yang dilihatnya. Dalam efek primer pemahaman terhadap media massa selalu berubah-ubah. Hal ini terjadi karena adanya perkembangan yang semakin cepat daripada media massa itu sendiri, sehinnga formula pemahaman terhadap media massa itu selalu berubah-ubah. Efek sekunder itu adalah perilaku penerima yang ada di bawah kontrol langsung komunikator Efek sekunder ini dibahas melalui pendekatan efek uses and gratifications (kegunaan dan kepuasaan). Fokus utama efek ini adalah tidak hanya bagaimana media memengaruhi audience, tetapi juga bagaimana audience mereaksi pesan-pesan media yang sampai pada dirinya.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro, et. al., Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.

Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar